Di postingan sebelumnya kita
telah membahas mengenai Deja Vu dan Telekinesis dalam 7 Fenomena Tubuh Manusia (Bagian 2). Selanjutnya di bagian akhir ini kita akan membahas tentang Anak Indigo dan Spontaneus Human Combustion.
Apakah maksud dari dua istilah tersebut?
Jawabannya ada di postingan di bawah ini. Cekidot,
gan.
6.
Anak Indigo
Dalam daftar nomor enam
ada istilah yang mungkin telah sering didengar oleh kalian semua. Mungkin kalian
pernah mendengarnya dalam sebuah program
TV atau pun juga pernah membaca di suatu artikel. Istilah ini ialah istilah
yang umum bagi orang awam untuk mendefinisikan bagi anak-anak yang memiliki
kemampuan “lebih”. Tetapi, apakah kemampuan yang saya
maksud ini diakui sains?
Istilah yang saya maksud
di atas adalah Anak Indigo. Pasti
kalian pernah mendengarnya, bukan. Seperti yang telah saya singgung di atas, Anak Indigo sering didefinisikan sebagai
anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dalam hal kecerdasan dan hal-hal yang berbau
supranatural lainnya. Oleh karena itu, Anak Indigo seperti memiliki tempat
tersendiri di benak masyarakat untuk dibicarakan.
Tetapi, apakah kalian tahu bahwa istilah Anak Indigo sendiri tidak
dikenal dalam dunia psikologi? Ya, istilah Anak Indigo memang tidak
dikenal dalam dunia psikologi dan sains secara umum. Istilah ini memang lebih
familiar digunakan oleh masyarakat umum semata.
Sebelum kita lebih jauh
membahas hal ini, ada baiknya kita lebih dahulu mengetahui dua istilah berikut
ini-Child Prodigy dan Indigo Child. Child Prodigy sendiri
memiliki batasan, yaitu “seseorang yang
masih dalam usia mudanya memiliki tingkat kecerdasan dan kemampuan yang setara
dengan orang-orang yang levelnya lebih dewasa dari dirinya”, contohnya
ialah Mozart dan Picasso. Sedangkan Indigo Child dalam
pengertiannya lebih menekankan pada kaitannya mengenai perilaku sang anak dan
tidak memiliki hubungan dengan tingkat kecerdasan anak tersebut.
Istilah Anak Indigo
sendiri dikenal melalui para penganut New
Age yang ditujukan untuk anak-anak yang dipercaya memiliki atribut
psikologis yang tidak biasa.
Sedangkan menurut Lee Carroll, Anak Indigo adalah “seorang anak perempuan atau
laki-laki yang memiliki atribut psikologi yang baru atau tidak biasa yang
kemudian menyebabkan mereka menunjukkan perilaku yang belum terdokumentasi
sebelumnya”. Dari pengertian tersebut kita bisa mengambil kesimpulan bahwa
Anak Indigo adalah anak yang menunjukkan ciri-ciri perilaku tertentu dan tidak
ada hubungannya mengenai kecerdasan otak atau pun kemampuan paranormal lainnya.
Konsep Indigo sendiri
pertama kali dikemukakan oleh seorang paranormal bernama Nancy Ann Tappe pada dekade 70-an untuk mengklasifikasikan masa dan
kepribadian seseorang berdasarkan warna aura yang dimilikinya. Dalam buku karyanya
yang berjudul “Understanding Your Life
Through Color” yang terbit pada tahun 1982, ia juga menjelaskan lebih
detail mengenai konsep Indigo yang intinya ia membagi-bagi masa di dunia ini
melalui warna-warna dan masa yang akan datang, yang disebutnya sebagai masa
Indigo. Warna Indigo ini akan mendominasi dan anak-anak yang lahir pada
masa-masa itu akan memiliki ciri-ciri tertentu yang bisa diobservasi.
(Bagi kalian yang belum
tahu, warna Indigo adalah warna antara
biru dan violet pada spektrum warna elektromagnetik. Berikut gambarnya)
Tappe menemukan bahwa pola energi Indigo ini terdapat pada 95%
anak yang lahir 10 tahun terakhir dan ia juga memprediksikan hal ini akan
terjadi secara global. Tappe juga
memberikan kepada kita cara untuk mengidentifikasikan anak-anak yang tergolong
Indigo dengan memperhatikan ciri-ciri berikut ini.
1.
Memiliki mata yang besar dan
jernih.
2.
Pemikiran yang lebih dewasa
dibanding usianya.
3.
Ingatan yang sangat kuat.
4.
Keinginan untuk hidup dengan kata
hatinya.
5.
Sensitif.
Ciri-ciri yang disampaikannya
tersebut menjadi terkenal dan masyur pada tahun 1990-an melalui penulis-penulis
lainnya.
Seperti yang telah saya
sebutkan di atas, ada seseorang yang bernama Lee Carroll. Ia bersama istrinya, Jan Tober, menerbitkan buku yang berjudul “The Indigo Children: The New Kids Have Arrived” pada tahun 1998.
Dan seketika buku ini pun menjadi rujukan dan referensi mengenai Anak Indigo
pada saat itu. Dalam bukunya ini ia mengemukakan ciri-ciri anak yang termasuk
dalam golongan Anak Indigo. Untuk mendapatkan hal ini ada yang aneh, ia mengaku
mendapatkannya melalui bisikan-bisikan roh yang bernama Kryon. Tidaklah
mengherankan karena Carroll adalah
seorang cenayang yang menjadi media bagi roh Kryon ini.
Lalu, bagaimana sains memandang Anak Indigo? Ketika
diteliti, ternyata banyak kasus Anak Indigo yang sebenarnya mengalami sebuah syndrome yang bernama Attention Deficit Hyperactive Disorder
(ADHD) yang menyebabkan sang anak menjadi hiperaktif dan selalu mencari
perhatian dari lingkungan sekitarnya. Memang ciri-ciri antara ADHD dan
ciri-ciri Anak Indigo yang disampaikan oleh Carroll memiliki banyak kesamaan, tetapi inilah juga yang menjadi sebab
timbulnya pertentangan antara dokter/psikolog dengan para penganut teori Anak
Indigo. Dokter/psikolog memandang hal ini adalah hanya sebagai ajang cari
untung para penulis saja, dan para dokter/psikolog pun tidak melihat adanya
dasar/bukti sains yang kuat untuk konsep Anak Indigo ini.
7. Spontaneus Human Combustion
**PERHATIAN. Isi tulisan dan gambar di
bawah mungkin tidak nyaman untuk dibaca dan dilihat.**
Pada tanggal 2 November 2009 lalu,
ditemukan sesosok mayat wanita yang terbakar habis di atas trailer. Kejadian
ini terjadi di Brevard County,
Florida. Anehnya, di tempat
kejadian ditemukan benda-benda yang ada di sekitar korban tersebut tetap aman
tanpa adanya tanda-tanda terbakar sama sekali. Apakah ini sebuah kebetulan
semata, ataukah ini bentuk lain dari kejadian supranatural? Entahlah, tapi
sebagian orang menyebut kejadian yang satu ini dengan sebutan Spontaneus Human Combustion.
Apakah Spontaneus Human
Combustion/SHC itu? Dari sumber yang saya dapatkan, pengertian
dari SHC adalah fenomena manusia yang
terbakar habis menjadi abu tanpa adanya sebab-sebab yang jelas atas kejadian
tersebut. Fenomena ini setidaknya sudah ada sejak 350 tahun yang lalu
ketika kasus pertama dilaporkan.
Kejadian SHC ini pertama kali diketahui
oleh ublic dari seorang ahli anatomi asal Denmark bernama Thomas Bartholin pada tahun 1663. Dalam
kasus yang ditanganinya itu, sang korban adalah seorang wanita yang terbakar
menjadi abu di kota Paris, seperti yang telah saya sebutkan di
atas, anehnya barang-barang di sekitar korban tidak terbakar-tempat tidur yang
digunakan oleh korban pun tidak gosong sama sekali.
Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1673 ada
seorang Perancis bernama Jonas Dupont
menjadi perhatian publik karena ia mempublikasikan kasus-kasus yang berkaitan
dengan SHC dalam buku karyanya yang berjudul “De Incendiis Corporis Humani
Spontaneus”. Sekedar informasi saja, dari kasus pertama yang dilaporkan
oleh Thomas Bartholin hingga saat
ini setidaknya ada 200 kasus tentang SHC yang dilaporkan. Mungkin pada
kenyataannya bisa lebih banyak dari yang dilaporkan.
Selanjutnya, kita perlu mengetahui tentang
pola-pola yang hampir sama yang ditemukan di setiap korban SHC. Pola yang saya
maksud adalah di setiap korban yang terbakar, tubuh sang korban terbakar habis
dan hampir seluruhnya menjadi abu. Apa yang bisa kita simpulkan? Kita bisa
mengambil kesimpulan bahwa api yang membakar tubuh korban ini suhunya jauh
lebih panas dibandingkan suhu api biasa.
Dalam beberapa kasus juga, bagian tubuh
yang tersisa dari korban hanya kaki dan tangan saja, pada kasus tertentu juga
bagian perut masih tersisa sedikit, dan sebagian besar tulang menjadi abu.
Benda-benda di sekitar korban pun seperti tidak terdampak dari panas tinggi
yang membakar korban, beberapa kasus lainnya ditemukan bahwa seprei korban tak
terbakar sama sekali. Aneh sekali, bukan?
Dari kesaksian para petugas yang
menyelidiki kasus SHC ini pun ditemukan adanya substansi seperti lemak yang
menyelimuti langit-langit dan dinding di sekitar tempat kejadian. Lapisan lemak
ini bisa mencapai tinggi hingga satu meter di atas lantai. Benda dalam radius
ini terlihat ada tanda-tanda kerusakan yang terjadi, seperti cermin yang retak
dan lilin yang meleleh.
Kebanyakan korban dari SHC juga umumnya
merupakan orang yang tinggal sendirian di rumahnya. Petugas yang datang pun
sering mencium adanya bau asap dan bau manis di sekitar tempat kejadian.
Dari sekian banyak korban fenomena SHC ini,
setidaknya ada empat korban yang terkenal, antara lain:
1. Grace Pett (60 tahun) yang terjadi pada tanggal 9 April 1744.
2. Mary Reeser (67 tahun) yang terjadi pada tahun 1951.
3. Anna Martin (68 tahun) yang terjadi pada tanggal 18 Mei 1957.
4. Dr. J. Irving Bentley (92 tahun) yang terjadi pada tanggal 5 Desember 1966.
Dari beberapa korban yang selamat dari fenomena
SHC ialah Susan Motteshead (1980).
Ia mengungkapkan bahwa ketika ia sedang berada di dapur, secara tiba-tiba
tubuhnya diselebungi oleh api yang entah sumbernya dari mana. Namun, sebelum
api tersebut membesar dan membakar tubuh Susan, seketika api itu lenyap tak
berbekas.
Lebih anehnya lagi, dari setiap korban yang
selamat dari fenomena SHC ini, mengatakan bahwa ketika api itu muncul di
sekeliling tubuhnya, mereka mengaku tidak merasakan adanya panas dan rasa
sakit. Tentu saja hal ini menambah misteri dari SHC untuk dipecahkan. Jadi,
timbul sebuah pertanyaan baru, apakah korban SHC yang
meninggal tidak merasakan rasa sakit dan panas? Entahlah, sampai
sekarang belum ada yang bisa menjawabnya.
Untuk memecahkan kasus SHC ini para peneliti
berusaha untuk mengajukan berbagai macam teori. Dari berbagai teori yang
muncul, yang menjadikan dasar utama dalam penyusunan teori-teori tersebut
adalah dari 200 laporan kasus SHC itu sendiri. Walaupun tidak semua, korban
dari fenomena SHC umumnya memiliki beberapa kemiripan sebagai berikut.
1. Para korban umumnya adalah orang yang sudah
lanjut usia/manula.
2. Para korban umumnya
adalah orang yang memiliki cacat/keterbatasan gerak (korban yang ada di Florida yang saya
sebutkan di awal juga mengalami kesulitan dalam bergerak, walaupun bisa
begerak).
3. Para korban umumnya adalah orang yang merupakan
perokok dan suka minum minuman keras.
4. Para korban umumnya adalah orang-orang yang
kesepian/hidup sendiri dalam waktu yang cukup lama.
Dari pola-pola tersebut, para peneliti
setidaknya menyimpulkan tujuh (7) teori yang berkaitan dengan sebab terjadinya
fenomena SHC. Tujuh (7) teori tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Alkohol. Dari berbagai kemiripan para korban yang
telah saya sebutkan di atas, para korban umumnya adalah seorang yang suka
dengan minum-minuman keras. Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan bahwa
alkohol merupakan sebab utama terjadinya SHC ini. Bagaimana
alkohol dapat menyebabkan SHC?
Ada sebagian orang yang percaya bahwa alkohol
dapat menyebabkan efek membakar ketika level alcohol dalam darah berada diatas
normal. Alkohol yang mencapai level tinggi itu diyakini bisa menyebabkan efek
membakar yang mengerikan bagi korbannya. Tetapi, teori ini segera dipatahkan karena
fakta mengatakan bahwa kadar ethanol yang dapat menyebabkan efek membakar hanya
terjadi jika konsentrasinya lebih besar dari 23%. Teori ini menjadi tidak masuk
akal karena jika kadar ethanol hanya mencapai 1% saja dalam darah sudah cukup
untuk membunuh manusia.
2.
Wick effect/Efek sumbu. Teori ini adalah salah satu teori yang
menyebutkan bahwa SHC disebabkan karena tubuh sang korban terbakar layaknya api
rokok. Menurut para peneliti, tubuh kita
ini mengandung lemak yang dianalogikan sebagai substansi pembakar yang baik,
sedangkan pakaian dan rambut kita adalah sebagai sumbu pembakar. Sementara
lemak yang ada pada tubuh kita mencair, lemak tersebut secara bersamaan akan
membasahi pakaian dan rambut kita dan secara perlahan akan membakar
“sumbu”-nya. Inilah sebab mengapa tubuh korban terbakar habis sedangkan
barang-barang di sekitarnya tidak terbakar.
Dari teori ini timbul sebuah pertanyaan.
Dari sebagian besar korban SHC, kaki dan tangan sang korban atau pun bagian
lainnya ternyata masih tersisa, bagaimana ini bisa terjadi? Jawabannya adalah
level temperature. Para peneliti menjelaskan
bahwa ketika posisi duduk, bagian atas tubuh akan cenderung lebih panas
dibandingkan dengan bagian bawahnya. Layaknya korek api, api terlebih dahulu
membakar bagian kepalanya dan secara perlahan turun ke bagian yang lebih
rendah. Tetapi biasanya api tersebut akan mati terlebih dulu sebelum membakar
semua batang korek api dan menyisakan sedikit bagian bawahnya.
Teori ini memang cukup masuk akal, tetapi
timbul pertanyaan lainnya, kapan tubuh manusia bisa
menjadi Wick Effect? Sampai sekarang belum ada jawabannya.
3.
Listrik statis. Dalam teori ini menyatakan bahwa pakaian
mungkin saja bisa menimbulkan listrik statis yang pada akhirnya bisa
menyebabkan efek membakar. Seseorang yang berjalan di atas karpet pun akan
menciptakan aliran listrik dan voltase yang cukup untuk menciptakan
percikan-percikan api.
Tetapi teori ini pun dibantah karena
walaupun voltase yang tercipta cukup tinggi, energi yang tercipta sangat rendah
(biasanya kurang dari 1 joule). Energi sekecil itu tidak cukup untuk
menciptakan api.
4.
Psikosomatik. Teori ini dikemukakan berdasarkan fakta
bahwa sebagian besar korban SHC adalah orang-orang yang kesepian/hidup sendiri.
Para peneliti mengatakan bahwa proses
psikosomatik yang terjadi akibat kesepian tersebut menimbulkan reaksi berantai
dengan memproses nitrogen yang ada pada tubuh hingga menimbulkan reaksi
berantai ledakan mitokondria. Walapun seperti itu, banyak peneliti yang
menyangsikan teori psikosomatik karena terdengar terlalu mengada-ada.
5.
Gas dan listrik dalam tubuh. Kita semua tentunya sudah mengetahui bahwa
tubuh kita mengandung listrik dan gas yang dapat menyalakan api (misalnya gas
metana yang ada pada usus). Teori ini menyatakan bahwa SHC terjadi ketika
listrik dan gas metana yang ada di dalam tubuh bercampur dan menimbulkan efek
membakar pada korban. Teori ini memang salah satu teori yang paling masuk akal.
Walaupun masuk akal, tetap saja ada
pertanyaan yang belum bisa dijawab mengenai teori yang satu ini. Pertanyaan
tersebut adalah, kapan listrik dan gas metana tersebut
bisa tercampur dan menyebabkan efek membakar dalam tubuh? Sampai saat
ini belum ada yang bisa menjawabnya.
6.
Hangus karena tertidur. Seperti yang telah saya sebutkan di atas
bahwa sebagian besar korban dari SHC adalah orang-orang yang suka merokok,
mabuk dan hidup sendiri, berusia lanjut dan mengalami kendala dalam gerak.
Pola-pola inilah yang menjadi dasar teori yang satu ini.
Teori ini menyatakan bahwa ketika sang
korban tertidur, rokok yang dipegangnya terjatuh dan membakar karpet yang ada
di bawahnya, selanjutnya api akan menjalar ke tubuh korban dan karena sang
korban mengalami kesulitan dalam bergerak, maka ia tidak bisa menyelamatkan
diri dan tewas di tempat kejadian. Sangat sederhana bukan?
Teori ini pun disangkal oleh banyak peneliti
karena mengabaikan fakta bahwa di sekitar tempat ditemukannya korban
barang-barang tidak terbakar, dalam beberapa kasus bahkan kursi dan tempat
tidur korban tidak terbakar sama sekali. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa
sumber api berasal dari tubuh sang korban, bukannya dari luar.
7.
Kejahatan terencana. Teori ini adalah teori yang paling
sederhana dari yang sederhana. Mengapa? Mungkin saja teori ini dikeluarkan oleh
para peneliti yang malas untuk berpikir karena teori yang satu ini mengabaikan
banyak sekali fakta di lapangan sehingga tidak digubris oleh para peneliti yang
kredibel dan kompeten. Teori ini menyatakan bahwa fenomena SHC hanya merupakan
akibat kejahatan terencana saja, penjahat membakar tubuh sang korban sebagai
upaya untuk membuang bukti dan jejak sang pembunuh. So, sangat sederhana bukan?
Pada akhirnya fenomena SHC ini sampai
sekarang masih menjadi salah satu misteri yang belum terpecahkan. Jika kalian
menginginkan jawaban lengkap mengenai fenomena ini, maaf saja hanya ini yang
bisa saya sampaikan. Mungkin SHC ini akan tetap menjadi misteri dan hanya waktu
yang akan bisa mengungkapnya.